LETTERZ.ID, Kota Tasikmalaya-
Indonesia di era kemajuan di segala bidang: kemajuan di era komunikasi, kemajuan di bidang pertanian, kemajuan di bidang industry, kemajuan di bidang perdagangan, kedokteran, sains bahkan kemajuan di bidang alat alat untuk pemusnahan manusia dan perlombaan dalam membuat rudal untuk menjangkau ribuan kilometer.
Semuanya maju dalam segala bidang, tetapi ada satu yang tidak maju, bahkan mundur. Apa itu? Yaitu kemanusiaan, kemanusiaan tidaklah maju melainkan mundur. Apakah manusia itu untuk kemajuan ataukah kemajuan itu untuk manusia?
Kalau manusia untuk kemajuan, maka martabat manusia terbenam di dalam kehinaan dan kenistaan. Manusia menjadi budak, menjadi alat untuk Pembangunan padahal martabat manusia tak ada yang membandingi. Jika manusia untuk kemajuan maka tenggelamlah dalam kehinaan, padahal manusia itu makhluk paling mulia.
Pertanyaan kedua, apakah kemajuan itu untuk manusia? Jawabannya dua. Pertama bisa menjadi surgawi, kedua bisa menjadi nerakawi. Lalu yang mana? Itu terserah kemanusiaan. Kalau kemanusiaan maju maka akan lahir keadilan dan peradaban (Surgawi). Kalau kemanusiaan mundur maka akan menjadi (nerakawi). Apa apa yang sudah di bangun mengakibatkan perpecahan antar kelompok dan peperangan antar saudara sebangsa. Lalu bagaimana solusinya?
Harus ada benteng yang kuat dan kokoh untuk membentengi kemanusiaan. Benteng yang kokoh itu terdapat dalam Pancasila, sila pertama dan sila kedua. Ketuhanan yang Maha Esa yang berarti keimanan dan sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab harus menyatu dalam diri bangsa Indonesia.
Inilah yang disebut jati diri bangsa Indonesia. Keimanan tanpa kemanusiaan akan menjadi keimanan yang lumpuh, keimanan tanpa kemanusiaan akan menjadikan manusia yang takabur. Ketika manusia mendapat cobaan akan mengalami sikap putus asa, bunuh diri, dll. Begitu pula kemanusiaan harus di jiwai dengan keimanan. Kemanusiaan tanpa keimanan akan menjadi cinta yang buta, menjadi wadah yang tak berisi, hanya bentuknya saja.
Kita semua boleh berucap cinta tanah air, sadar bahwa tanah air ini merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu jika kita cinta kepada tanah air, kecintaan kita harus sampai kepada Yang Maha Kuasa yang memberikan tanah air, sebab tanah air itu sendiri anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Sehingga kita tidak cinta buta terhadap tanah air, melainkan menjadi cinta yang abadi kepada Tanah air kita.
Kita berbangsa, besaudara, saudara sebangsa setanah air, maka dalam berbangsa ini harus di ikat dengan cinta. Bila tidak di ikat dengan cinta, seperti dalam buku mahabrata ada perang saudara antara pandawa dan kurawa yang menyeret Gurunya sendiri lalu habislah semuanya karena kecintaannya yang tidak ada. Sehingga banyak terjadi perang saudara, disebabkan tidak adanya rasa cinta.
Salah satu contoh dunia ini saat ini menyaksikan bahwa tanggal 17 agustus 1945 adalah hari kemerdekaan bangsa Indonesia bukan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Kalau kita tuliskan tanggal 17 Agustus bukan kemerdekaan bangsa Indonesia tetapi kemerdekaan Republik Indonesia itu mengandung makna tidak menjunjung martabat bangsa Indonesia dan tidak menjunjung martabat negara kesatuan Indonesia.
Tiga ratus lima puluh tahun lebih bangsa Indonesia di lecehkan, di jajah, lisan di berangus, kesadaran di matikan, mimpi mimpi di kerangkeng, sebagian di buang keluar, persatuan di pecah belah, dll. Begitu rendahnya martabat bangsa di rendahkan oleh bangsa lain.
Tanggal 17 agustus dinyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia, bukan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam teks proklamasi, satu kalimat pun tidak ada yang menyebutkan rebuplik.
“Proklamasi, kami bangsa Indonesia, bukan kami republic Indonesia. Atas nama bangsa Indonesia, bukan atas nama republic Indonesia, Soekarno Hatta bukan presiden Soekarno wakil presiden Muhammad Hatta.”Ungkap Mumuh M A Muhshi, Calon anggota DPRD Kota Tasikmalaya dapil III (Tamansari, Cibeureum, Purbaratu) 2024-2029 kepada wartawan, Jumat (18/8/2023)
Mumuh mengatakan pada waktu itu Republik Indonesia belum ada, pada waktu itu belum ada bentuk Negara. Jadi kalau dikatakan 17 agustus itu kemerdekaan RI itu sama saja dengan merendahkan martabat bangsa Indonesia. Bila masih dikatakan 17 agustus Dirgahayu RI artinya sampai sekarang pun bangsa Indonesia ini belum Merdeka karena yang Merdeka itu republiknya bukan bangsanya, ini namanya merendahkan martabat bangsa Indonesia yang sudah Merdeka 78 tahun ini. Bila tulisannya masih kemerdekaan RI artinya bangsa Indonesia belumlah Merdeka, ini dosa besar terhadap bangsa Indonesia.
350 tahun itu bangsa di jajah, bukan republic yang di jajah. Republik Indonesia itu tidak pernah di jajah, karena pada waktu itu Republik Indonesia belum ada, alias belum terbentuk. Kata kata HUT RI pada tanggal 17 agustus adalah kata kata yang merendahkan bangsa Indonesia dan merendahkan negara Indonesia. Jangan ikut ikut yang tertulis di spanduk spanduk, pejabat pejabat di surat kabar yang tidak mengerti masalah kebangsaan dengan mengucap dirgahayu kemerdekaan RI 17 agustus.
Apakah dirgahayu kalau merendahkan marabat bangsa? apakah Bahagia mengucap Dirgahayu RI 17 agustus dengan merendahkan martabat bangsa? Kalau itu masih diteruskan itu juga merendahkan pahlawan pahlawan perjuangan kemerdekaan bangsa.
Akhirnya saya ucapkan “Selamat memperingati kemerdekaan bangsa Indonesia ke 78, dirgahayu bangsa Indonesia 78” kepada seluruhnya untuk wajib menjunjung tinggi martabat bangsa Indonesia, wajib menjunjung tinggi martabat negara kesatuan Republik Indonesia. Sila pertama Ketuhanan sila kedua kemanusiaan. Bila dua sila ini manunggal maka disitulah lahir yang adil dan beradab.
Tetapi kalau tidak manunggal maka kemanusiaan runtuh, muncul kedholiman dan kebiadaban. 17 Agustus adalah anugerah besar untuk bangsa Indonesia atas berkat Rochmat Alloh Yang Maha Kuasa dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, bukan berkehidupan republik. Berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Setelah proklamasi, Soekarno hatta menyambungkan ke luar negeri dengan ucapan “Kami Bangsa Indonesia”, disambung ke seluruh negeri sehingga dunia mengetahui bahwa 17 Agustus adalah kemerdekaan bangsa Indonesia. Kalau kita tidak mengerti dan mengikuti tulisan tulisan spanduk itu, lalu apa kata dunia? Dulu proklamatormu menyiarkan kemerdekaan bangsa Indonesia ini tanggal 17 agustus, bukan kemerdekaan republik.
Lalu, kenapa sekarang tulisan tulisan itu di biarkan aja seperti itu, kemerdekaan RI? Itu pembohongan, merendahkan martabat bangsa, dan merendahkan martabat negara. Kalau benar benar cinta tanah air, jangan ikut ikut merendahkan martabat bangsa, jangan ikut ikut merendahkan negara Indonesia. (*)