Sampai 50%, Pengusaha Bordir Tasikmalaya Gulung Tikar, Dugaan Monopoli Bahan Baku Merajalela

oleh -82 views
oleh

LETTERZ.ID, Kabupaten Tasikmalaya-
Paguyuban Pengusaha Bordir Tasikmalaya mengeluhkan terkait bahan baku dasar yang sangat mahal dan barangnya langka sekali.

Paguyuban Pengusaha Bordir asal Kecamatan Sukaraja pertama kalinya menginjakan kakinya ke Gedung Wakil Rakyat Kabupaten Tasikmalaya untuk beraudiensi dengan anggota Dprd.

Harga bahan dasar bordir, pada beberapa bulan ini kian meroket tanpa aba-aba. Dengan begitu, harga hasil produksi yang tidak kunjung beranjak naik. Akibatnya, para Pengusaha Bordir Tasikmalaya banyak kehilangan aset termasuk mesin bordirnya dan banyak yang sudah gulung tikar bahkan kedepannya kalau tidak ada perlindungan bisa terancam punah.

Disisi lain, keterpurukan para Pengusaha Bordir akibat dari harga benang yang melambung dan bahan organdi yang diduga terjadi monopoli dengan memborong bahan tersebut dari sentra kain terkenal di Kota Tasikmalaya untuk dijual kembali kepada para Pengusaha Bordir dengan harga yang jauh lebih mahal dari yang biasa dibeli langsung dari sentra kain.

“Untuk pengusaha yang memiliki lima (5) mesin bordir saja, membutuhkan 50 meter bahan organdi. Awalnya Rp. 270.000,- jadi Rp. 400.000,- per gulung bahan organdi dari orang tersebut.”Tegas H Yuyun Pengusaha Bordir saat Audiensi dengan Komisi II DPRD dan Dinas Indag di Ruangan Serbaguna, DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Senin (26/12/2022).

Ia menyebut dugaan kuat adanya praktek monopoli di dasarkan pada kelangkaan atu sulitnya mendapat bahan baku dan harganya yang jauh lebih tinggi dari yang biasa di dapatkan dari sentra kain di Kota Tasikmalaya (dari sentra kain jadi tidak ada bahan baku, tapi dialihkan pada salah satu toko di wilayah Kota Tasikmalaya).

Bahkan, para pengusaha sampai mencoba menanyakan langsung ke pabrik benang di Bandung. Namun, semua gagal karena untuk mendapatkan bahan baku tersebut harus mendapat persetujuan dan atau harus menghubungi salah seorang Pengusaha di Tasikmalaya.

Alfie Ahmad Sa’dan Hariri, SE, SH, MH Penasehat Paguyuban Bordir Tasikmalaya mengatakan bahwa ini kelemahan sosialisasi uu nomor 5 tahun 1999 karena tidak semua masyarakat faham untuk mengadu tentang dugaan praktek monopoli, harus kemana apakah ini ke pengadilan umum atau ke pengadilan niaga atau kemana.

“Padahal dalam undang undang tersebut di pasal 30 ada lembaga independen yang menangani aduan dari warga negara yaitu komisi pengawas persaingan usaha yang berada di bawah presiden langsung, Untuk mengadukan ketika diduga ada praktek monopoli.”Ungkap Alfie kepada wartawan.

Selanjutnya, kata Alfie, pihaknya memohon kepada para pihak terkait, bahwa UMKM Bordir Tasikmalaya itu menjadi icon kebanggan Kabupaten dan Kota Tasikmalaya.

“Kita datang kesini untuk mengingatkan para pihak terkait sebelum sampai pertarungan mengadukan suatu perkara ke lembaga yang berwenang untuk mengeksekusi putusan dari apa yang diadukan warga negaranya.

Ia menyebut bahwa benang dan organdi bagi Pengusaha Bordir layaknya nasi dan lauk-pauk.

“Bahan mahal, hanya beberapa bulan setelah pandemi bisa naik 3 kali lipat harganya dalam satu tahun. Padahal, pada saat kenaikan itu, menurut istilah orang sundanya itu “teu gugur teu angin” ini naiknya secara tiba-tiba.

Dan sekarang sudah terbukti, karena Pengusaha Bordir Tasikmalaya telah banyak yang menjual mesinnya karena mengalami gulung tikar.

Seharusnya, kata Alfie, minimal menjadi tugas Pemda Kabupaten Tasikmalaya untuk mengentaskan pengangguran bisa terjadi. Nah, sekarang mereka berdiri sendiri tanpa ada kekuatan, “Semoga pihak pemerintah punya kewenangan segera mengantisipasi bangkrutnya pengusaha bordir.”Tuturnya.

Sementara itu, Ketua Paguyuban Bordir Sukaraja, H Agus Husaeni mengatakan
Ini patut diduga dengan adanya monopoli. karena bahan dasar bordir mahal dan sulit.

Karena, Pengusaha Bordir Tasikmalaya untuk membikin kebaya, pasti bahan dasarnya dari benang dan pasti memakai ratusan berbagai jenis warna.

“Jadi tidak ada persaingan usaha bordir sehingga ini memang memainkan harga sesuka suka.”Tutupnya.

H Agus berharap, semoga langkah audiensi menjadi awal bangkitnya lagi Pengusaha Bordir Tasikmalaya dan ekonomi kerakyatannya.

Agus menjelaskan sampai sekarang, sudah banyak para Pengusaha Bordir Tasikmalaya gulung tikar yang tergabung dari Paguyuban Pengusaha Bordir ada seratusan dan hampir setengahnya mengalami gulung tikar.

“50 persen sudah alami gulung tikar.”Singkatnya.

Sementara, nasib karyawan dari bordir yang gulung tikar itu migran keluar kota.

“Ini sejarah, Paguyuban Bordir Sukaraja Tasikmalaya baru pertama kali audiensi ke Dprd Kabupaten Tasikmalaya. Mudah- ini menjadi solusi, semoga ada eksen yang reel.”Paparnya. (*)